Dialektika Diri
Februari 17, 2018source: https://soundcloud.com/starsandrabbit |
Kehidupan yang sudah dijalani setiap manusia, tentu akan penuh dengan perjuangan dan berbagai rasa. Jika filosofi kehidupan dimaknai dengan mendalam konflik batin internal diri pasti akan tumbuh seiring perjalanan waktu. Akhir malam yang selalu syahdu menuntunku berjalan ke lorong kehidupan sosok peremppuan. Perjalanan yang entah sosok perempuan itu tak akan mengerti.
Malam syahdu ini ditemani dengan lemon tea hangat dan sosok lelaki di depanku. Ya, dia adalah pacarku yang setiap hari selalu berjumpa. Dulu kami sering bertukar pikir tentang cara pandang, dan yang jelas personal kami sangat berbeda. Malam ini tidak terjadi dialog yang terjalin antar kami, hanya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Lalu ku merasakan sebuah perjalanan masa lalu yang mengambarkan akan ketenangan semu, yang mungkin hanya singgah diselip masa lalu ku.
Mulailah pikiranku meraba, berjalan, dan berusaha memaknai setiap langkah yang ku tempuh. Terkadang ku memikirkan aktivitas demi aktivitas yang terus berjalan di setiap hari, hingga ku gagal untuk memberikan makna manfaat setiap aktivitas yang ku lakukan. Dan saat itu pula aku berpendapat, mungkin selama ini ku telah gagal menjadi sosok perempuan yang tangguh. Selalu aku gagap ketika berhadapan dengan hati, rasa, dan cinta.
Mungkin aku akan bercerita sedikit tentang keseharian yang menjadi sisa pengangguran selama ini. Ya, saat ini aku selalu penuh aktivitas pendampingan dan memberikan pendidikan publik tentang hak warga negara dan kegiatan sosial lainnya kepada warga di salah satu kota yang cukup terkenal. Dari situlah aku belajar tentang gambaran kehidupan yang sebenarnya, aktivitas manusia yang penuh hiruk pikuk perebutan ekonomi untuk mengisi kebutuhan perut. Kemiskinan, para gelandangan, dan penindasan yang saat itu aku melihat dengan kedua mataku. Saat itu pula ku mulai membenci akan namanya 'negara' dan hanya percaya kehidupan ini hanya bergerak seiring kebutuhan dari para pemodal.
Hingga suatu ketika malam, terjadilah dialektika antar nalar otak pribadiku. Memaknai kehidupan yang mulai jenuh dan tak ada perubahan, meskipun aku juga belum mengetahui indikator perubahan yang madani seperti apa. Hanya yang ku rasakan kehidupan ini semakin sesak dengan perilaku manusia yang rakus, tak ada toleransi dan cinta kasih. Semakin ku mendalam berpikir makna kehidupan dan perubahan, saat itu pula ku bertambah gila.
0 komentar