Kiprah Pustakawan dalam Perpustakaan Bangsa
November 22, 2014
Perpustakaan
sangat erat hubungannya dengan pustakawan, karena setiap keberadaan
perpustakaan selalu membutuhkan pustakawan. Meskipun terkadang orang yang disebut pustakawan itu
masih abal-abal, tidak sesuai dengan
passion mereka. Dalam hal ini dimaksudkan pustakawan yang tercipta secara
instan, yang cukup mengikuti diklat kepustakawanan dalam waktu 4 s/d 7 hari,
dan secara langsung ia disebut pustakawan. Tentu hal tersebut tidak sesuai
dengan profesi pustakawan yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus. Kenapa
perpustakaan sangat membutuhkan pustakawan? Bagaimana jika perpustakaan tidak
memiliki pustakwan? Lalu seperti apakah kiprah, kompetensi, dan perspektif
pustakawan dalam perpustakaan? Sebelumnya akan dibahas apakah pengertian
perpustakaan itu sendiri. Karena tanpa mengetahui esensi perpustakaan secara
detail dapat menimbulkan substansi yang berbeda dengan kenyataan.
“Pustakawan
bukan merupakan profesi yang bergantung pada jabatan semata, namun pustakawan
merupakan profesi yang erat kaitannya dengan cinta. Kenapa harus dengan cinta?
Ya, karena cinta itu tumbuh karena adanya rasa suka, kepeduliaan. Jika sudah
cinta sebagai pustakawan maka engagement akan muncul seiring dengan waktu. Cinta
bisa berkembang lalu tumbuh menjadi indah, namun cinta juga mampu redup dan
akhirnya mati. Begitulah salah satu tokoh bernama Blasius Sudarsono mengungkapkan
dalam salah satu bukunya. Memang cinta itu dapat mengawali segala hal yang awalnya
membosankan berubah menjadi mengasyikkan. Cinta kepada orang lain mungkin
memang mudah kita padukan, namun jika
perlahan mulai meninggalkannya itulah tanda-tanda cinta akan redup dan lambat
laun mati. Seperti halnya menjadi pustakawan. Lalu apakah kecintaan kita terhadap
perpustakaan dan pustakawaan akan demikian? Ataukah mungkin kita bisa mencintai
perpustakaan dan pustakawan dengan sempurna?”
Pengertian
perpustakaan secara sederhana adalah suatu unit kerja yang memiliki sumber daya
manusia, “ruang khusus”, dan kumpulan koleksi sesuai dengan jenis
perpustakaannya, sedangkan pengertian perpustakaan menurut Surat Keputusan dari
Menpan No. 18 Tahun 1988 adalah suatu unit kerja yang sekurang-kurangnya
mempunyai koleksi 1.000 judul bahan pustaka atau 2.500 eksemplar dan dibentuk
dengan keputusan pejabat yang berwenang. Perpustakaan juga dapat diartikan
secara umum, yaitu kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan,
disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa perpustakaan merupakan bangunan fisik yang menghimpun dan menyimpan
koleksi bahan pustaka sebagai sumber informasi yang sekurang-kurangnya memiliki
1.000 judul bahan pustaka atau 2.500 eksemplar dan dikelola oleh sumber daya
manusia tertentu demi terciptanya tatanan yang efektif didalamnya.
Zaman
yang semakin maju menuntut setiap perjalanan yang beredar harus serba cepat,
dan tanggap. Abad kedua puluh yang notabene lebih populer dengan sebutan era
digital, era internet khususnya di kalangan akademisi, ilmuwan dapat disimak dengan
semakin maraknya pergeseran perilaku pencarian informasi. Sekarang manusia mencari
informasi lebih banyak googling daripada
berkunjung ke perpustakaan. Namun banyak masyarakat umum yang bergiat membangun
rumah baca, taman baca, mobil pintar, kafe baca, dan lain sebagainya yang ironisnya
justru banyak dirintis bukan oleh pustakawan. Mereka berpendapat bahwa tidak memerlukan pustakawan. Maka sangat
tidak mengherankan jika timbul pertanyaan apa masih diperlukan profesi pustakawan?
Sedangkan pustakawannya sendiri masih sibuk mencari jati diri dan pengakuan
atas profesinya. Upaya tersebut berkulminasi dengan diterbitkannya UU No. 43
Tahun 2007 tentang perpustakaan. Memaknai kepustakawanan, masih belum banyak
digunakan dalam kancah masyarakat saat ini. Istilah kepustakawanan belum
dipakai pada keputusan Menpan Nomor 18 Tahun 1988. Baru pada keputusan Menpan
berikutnya Nomor 33 Tahun 1998 membatasi kepustakawanan adalah ilmu dan profesi
dibidang membinaan dan pengembangan serta penyelenggaraan perpustakaan,
dokumentasi, dan informasi. SK Menpan terakhir, yaitu Nomor 132 Tahun 2002
menyebutkan pustakawan adalah ilmu dan profesi di bidang perpustakaan, dokumentasi
dan informasi. Sedangkan peraturan kepala perpustakaan nasional Nomor 2 Tahun
2008 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya
memberi batasan kepustakawanan adalah ilmu dan/atau profesi bidang
perpusdokinfo. Ada pendapat bahwa di Indonesia putakawan baru berupa sebutan
dan belum sepenuhnya disebut profesi. Jabatan fungsional pustakwan merupakan
langkah awal mengakuinya sebagai profesi. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007
tentang pustakawan merupakan sebuah profesi, dinyatakan dalam ketentuan umum
bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas
dan tanggungjawab untuk melakukan
melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
Dunia
pustakawan tidak hanya dapat dibiarkan mengalir dengan sendirinya begitu saja.
Namun harus ada strategi tersendiri untuk men-upgrade kemampuan pustakawan. Yang dimaksudkan dengan kemampuan
pustakawan disini tidak hanya terbatas dengan ketrampilan dan keahlian. Mungkin
jika dikaitkan dengan ketrampilan dan kehlian, pustakawan tentu harus ahli
dalam bidangnya dengan cara setidaknya sudah mengenyam pendidikan formal yang
berkaitan dengan ilmu perpustakaan. Sedangkan keterampilan pustakawan sediri
tidak perlu ditanyakan lagi, karena hal ini juga merupakan pendukung utama
dalam mengembangkan perpustakaan di era digital ini. Beberapa contoh
ketrampilan pustawakan ialah dengan cara selalu berinovasi dan kreatif, dalam
hal menarik para pemustaka untuk selalu berkunjung dan menggunakan bahan pustaka
yang telah disediakan di perpustakaan, yaitu dengan mengadakannya festival atau
kegiatan/perlombaan di area perpustakaan tersebut agar para pemustaka antusias
dengan perpustakaan. Namun kemampuan
yang dimaksud disini tidak hanya itu saja, justru lebih luas. Kemampuan
diartikan lebih luas menyangkut kemampuan hidup pustakawan. Kemampuan
pustakawan untuk hidup sejahtera. Ini berkaitan dengan hidup yang cerdas
seperti dimaksud dalam pembukaan UUD Negara kita. Hidup yang cerdas, tidak
hanya manusianya saja yang cerdas. Karena cerdas dan licik hanya dibedakan oleh
benang yang tipis saja, perlu adanya lebih kecerdasan akan hakekat manusia
sebagai makhluk yang diciptakan tertinggi memiliki akal budi yang luhur. Dalam
hal ini terletak peran etika profesi. Beberapa langkah strategis untuk
mengembangkan kemampuan yang diungkapkan oleh Blasius Sudarsono (2009):
1.
Mengubah karakter organisasi
perpustakaan yang bersifat birokrasi patrenalistik menjadi birokrasi
professional.
2.
Membangun kelompok fungsional (komunitas)
pustakawan dan mengatur mekanisme kerjanya dengan para pejabat struktural
(actor/tris vs manajer)
3.
Meningkatkan kemampuan professional
pejabat fungsional pustakawan maupun pejabat struktural.
Seiring dengan
perkembangan teknologi, peredaran informasi tidak hanya melalui media cetak.
Namun sekarang peran media elektronik menguasai untuk penyampain sumber
informasi. Tentunya untuk mengolah informasi dan menghimpun berbagai bahan
pustaka elektronik dibutuhka bidang ahli.
Dalam salah satu urain makalah yang di tulis oleh Yogi Hartono, dia
mengungkapkan bahwa kiprah pustakawan media sangat dibutuhkan dalam pengelolaan
koleksi audio visual. Pustakawan yang menangani koleksi media disebut dengan
berbagai istilah, antara lain; media pecialist, audiovisual librarian,
electronic resources librarian, dan lain-lain. Dalam makalah Yogi Hartono
disebutkan bahwa Trans TV memiliki pustakawan yang mengelola koleksi buku dan
juga pustakawan yang mengelola koleksi video. Mereka menyebut video librarian
(VL). Dan tempat kerjanya juga dipisah yaitu berada di video librarian (VL).
Digambarkan bahwa VLib ada dipusat yang dikelilingi oleh beberapa unit berikut;
unit programming, news,on-air presentation, quality control, subtitle and
dubbing, produksi, sales marketing, promotion, dan Lsf. Penggambaran ini adalah
untuk meyakinkan bahwa VLib sangatlah penting dalam menunjang operasional
sistem televise. Kegiatan stasiun televise berwal dan berakhir pada VLib. Dengan demikian
ditekankan mutu pustakawan media sangat menentukan operasional pertelevisian.
Dari hal ini terbukti
bahwa telah terjadi pergeseran paradigma perpustakaan entropis (fisik) menjadi
perpustakaan digital. Perpustakaan media ialah salah satu bentuk perpustakaan
digital. Semua informasi yang dulunya disimpan dalam media perekam semacam pita
magnetis sampai ke cakram optis akan mulai digantikan dengan media penyimpanan
digital yang tersimpan dalam sebuah server dengan kemampuan penyimpanan yang
besar.
Berbagai polemik memang
sering muncul berkaitan dengan peran, kiprah pustakawan di era digital seperti
ini. Terkadang orang menganggap pustakawan hanya tenaga sampingan semata. Hal
ini didukung dengan beberapa fakta, bahwa sebagian dari institusi pemerintah
atau negeri meletakkan orang-orang yang tersangkut beberapa kasus di jabatan
utamanya dipindahtugaskan sebagai pustakawan yang mengelola seluruh unit
perpustakaan di institusi tersebut. Sungguh ironis bukan? Tempat dimana kita
dapat memperoleh berbagai macam sumber informasi justru sosok yang mengelola
didalamnya bukan orang yang benar mumpuni dalam bidang perpustakaan. Mungkin
itu merupakan tantangan nyata bagi para pustakawan diera global saat ini.
Tantangan yang berupa krisis keyakinan akan pustakawan yang professional,
tantangan akan canggihnya teknologi yang mungkin bisa menggusur keberadaaan
fisik sebuah perpustakaan. Tentunya untuk menangani hal tersebut sangat
dibutuhkan kekuatan yang besar. Nah, lalu bagaimana cara meenciptakan kekuatan
yang besar tersebut? Salah satu untuk mencipatakan kekuatan yang besar dan
bersinergi antara yang satu dengan lainnya ialah menciptakan sebuah komunitas
(perkumpulan). Di Indonesia sendiri dengan komunitas pustakawan atau
perhimpunan pustakawan sendiri sudah mulai ada. Komunitas ini mampu menyatukan
seluruh pemikiran para pustakawan dan nantinya dapat dilakukan pengkajian
berkaitan dengan beberapa permasalah yang dihadapi. Bukan hanya mengadakan
kajian saja, namun dapat meningkatkan bagaiman strategi untuk menciptakan
perpustakaan yang berkualitas dan mampu melayani kebutuhan informasi yang dikehendaki
masyarakat.
Dari pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa kepustakawanan bukan merupakan profesi yang mudah.
Menjadi pustakawan tidak hanya cukup dengan mengikuti seminar atau pelatihan
tentang kepustakawanan dan perpustakaan. Namun, pustakawan merupakah salah satu
profesi yang membutuhkan kompetensi mumpuni. Menjadi pustakawan tidak hanya
dalam hal pengelolaan bahan pustaka. Tetapi menjadi pustakawan membutuhkan
kreativitas dan inovasi demi menghidupkan seluruh sumber informasi yang
dikelola. Passion sunggguh penting ntuk dapat mencintai profesi ini dengan
sempurna. Tidak hanya lewat kata-kata, karena banyak pustakawan yang tidak
beretika sebagai seorang pustakawan. Maka dari itu kemampuan beretika menjadi
penompang penting untuk para pustakawan ‘pelayang masyarakat’. Sumber informasi
kini terus berkembang seiring pertambahan zaman, sumber informasi berupa buku
sedikit demi sedikit tergeser dengan sumber informasi yang lebih canggih
(digital). Disinilah revolusi kiprah seorang pustakawan mulai benar-benar
di-upgrade. Karena sekarang pustakawan media membumbung tinggi dan membutuhkan
profesi yang mumpuni benar. Tetapi Indonesia belum begitu menyadari akan
kebutuhan tersebut, Indonesia masih berkutat pada pustakawan tradisional. Untuk
itu komunitas aau perkumpulan profesi pustakawan sangat dibutuhkan, untuk
menangani seluruh polemik yang terus berkembang menyerang keberadaan
perpustakaan dan pustakawaan Indonesia.
Sumber:
Sudarsono, Blasius.2009.Pustakawan Cinta Teknologi.Jakarta: :
Ikatan
Sarjana Ilmu Perpustakan dan Informasi Indonesia.
Purwono.Suharmini,Sri.2009.Perpustakaan dan Pustakawan Indonesia.
Jakarta:Universitas Terbuka
Antologi Kepustakawanan Indonesia halaman 258-265
Tugas Ujian Tengah Semester, Dosen: Dinia Saridewi
0 komentar