Merawat Literasi melalui Taman Baca Rakyat, Merajut Asa

Januari 27, 2019

Tim penggagas Taman Baca Rakyat RW 03 Kelurahan Sukun, Malang bersama warga pengelola perpustakaan tersebut

Literasi, sebuah kata yang memiliki makna mendalam. Tidak melulu tentang membaca, menulis atau bahkan bercerita. Tetapi literasi, memiliki makna yang dalam tentang pemahaman. Mayoritas masyarakat Indonesia masih menganggap literasi sebagai aktivitas membaca-menulis, belum menyetuh hingga proses pemahaman dan penerapan. Pada zaman modern saat ini tingkatan literasi sudah mulai naik level pada proses pemahaman. Dan bentuk literasi sudah sangat beragam, tidak hanya dengan membaca. Namun juga dengan bentuk bercerita/mendongeng, mendengarkan, diskusi, dan menonton. Kemudian mampu membentuk pemahaman atau pemaknaan dari aktivitas tersebut, itulan literasi. 

Program pemerintah Indonesia tentang gerakan literasi sekolah sudah mulai dicanangkan sejak tahun 2017 di setiap sekolah. Metode yang digunakan berupa membaca 15 menit setiap hari, tetapi nampaknya aktivitas ini tidak digemari oleh anak-anak. Sehingga perlu adanya terobosan baru yang langsung menyentuh masyarakat di sekitar. Salah satu inovasi yang coba saya kembangkan adalah taman baca rakyat, yaitu mengembangkan perpustakaan di perkampungan warga dan dekat dengan masyarakat sekitar. Keberadaan perpustakaan rakyat ini menjadi simpul literasi warga sekitar, tidak hanya menyediakan buku saja. Namun, juga menyediakan konsultasi sosial secara gratis dan menyenangkan.

Perpustakaan rakyat yang kini telah saya kembangkan berada di wilayah Kota Malang, dan berada di tengah warga Kelurahan Sukun dan Kelurahan Kotalama. Tentu munculnya perpustakaan rakyat berawal dari kebutuhan masyarakat sekitar untuk memunculkan kepedulian. Sebagai fasilitator saya hanya mendukung dan menfasilitasi beberapa aktivitas yang diadakan rutin. Beginilah cerita awal dari perpustakaan rakyat di Kota Malang:

Teras Baca RW 3 Kelurahan Sukun
Berawal dari ibu rumah tangga yang gemar membaca dan mengkoleksi buku anak-anak, kemudian ia mengembangkan teras baca di depan rumah. Dengan perabotan sederhana berupa rak buku kecil dan luas teras sekitar 3x2,5 m terbentuklah sebuah ruang publik untuk proses literasi. Mayoritas koleksi yang dimiliki ialah tentang buku anak-anak, dan antusias anak-anak disekitarnya sangat tinggi untuk membaca. Selain menyediakan koleksi buku, Ibu Dwi (sebagai pengelola) juga menyediakan permainan tradisional, seperti: dakon dan ular tangga. Hal ini dimaksudkan untuk menarik daya literasi anak-anak dengan terus merawat budaya tradisional.

Aktivitas rutin yang selalu dilakukan oleh teras baca ini ialah membacakan dongeng untuk anak-anak. kerap sekali banyak anak yang datang silih bergangi, dan ternyata meraka masih terkendala dalam hal mengejaan huruf. Sehingga Ibu Dwi sebagai pengelola berinisiasi untuk membacakan cerita kepada mereka. Saya dan beberapa teman mula merawat dan mengembangkan teras baca ini secara bersama-sama, berawal ketika pelaksanaan program magang di Malang Corruption Watch (MCW) salah satunya ialah mengembangkan aktivitas sosial di masyarakat sesuai dengan keilmuan perpustakaan. Mulai dari pengelolaan bahan pustaka, mengenalkan teras baca RW 3 ke Forum Komunikasi Taman Baca Masyarakat (TBM), dan membuat program literasi berkelanjutan. Hal itulan yang kami lakukan dalam mengembangkan taman baca RW 3 Sukun. Tujuan awal dari teras baca ini sangat sederhana, yaitu memberikan semangat kepada anak-anak serta warga sekitar dalam mencintai buku serta membaca. 

Pondok Sinau Muharto Gang VII
Menyebarkan virus literasi tidak boleh hanya berhenti didalam pikiran saja, namun harus berani diekesekusi didalam keberadaan masyarakat. Setelah mengembangkan teras baca RW 3 Sukun, kini saatnya membangun pusat ertukaran informasi di Jalan Muharto Gang VII, Kelurahan Kotalama. Di daerah ini terkenal dengan banyaknya masalah sosial masyarakat, dicap sebagai wilayah merah di Kota Malang, dan banyak warga yang berprofesi sebagai pemulung, pencopet, ataupun pengemis. Namun, kondisi sosial masyarakat yang demikia tidak menyurutkan niat baik dan semangat dari Ibu Uriana, salah satu warga yang peduli dengan kondisi masyarakat. Landasan rasa peduli dan mengharapkan perubahan itulah Ibu Uriana bersama remaja karang taruna menginisiasi pusat pertukaran informasi dengan membentuk Pondok Sinau, sebuah mini taman baca yang berfungsi sebagai pusat belajar serta pertukaran informasi masyarakat. 

Sebagai pengorganisir yang juga harus menularkan virus kejujuran, kemudian saya menfasilitasi keinginan Ibu Uriana dengan ikut berkontribusi dalam mendonasikan koleksi buku. Tentunya juga melibatkan beberapa komunitas/organisasi (Malang Corruption Watch dan KOHATI Cabang Malang) lain yang mensupport kegiatan serta menyumbang bahan koleksi untuk pondok sinau. Aktivitas rutin yang telah digagas di pondok sinau ialah peremuan rutin karang taruna Paramitha, kegiatan itu bertujuan untuk terus mempelajari secara bersama-sama tentang pengetahuan hak dasar setiap warga dan memotivasi gerakan sosial yang telah diinisiasi oleh para warga. 

Setahun kemudian, aktivitas warga meningkat dengan membuat pre-school untuk anak-anak yang susah dalam akses pendidikan PAUD. Kegiatan ini difasilitasi oleh KOHATI Cabang Malang dan saya sebagai fasilitator. Pertemuan sekolah anak ini dilaksanakan setiap Hari Jumat dan Sabtu pukul 08.00-10.00 WIB secara berkelanjutan dengan memberikan pengenalan kepada anak-anak tentang buku, huruf, serta menghitung. Namun, semuanya dikemas dalam bentuk permainan agar mudah ditangkap oleh anak-anak. 

Cita-cita pondok sinau sebagai pusat pertukaran informasi kini mulai terlihat. Selain kedua aktivitas rutin tersebut, juga didukung dengan forum parenting yang aktif melakukan diskusi bersama dengan teman-teman MCW untuk membahas permasalahan sosial yang ada disekitar serta gerakan anti korupsi. Secercah harapan ini akan menjadi kekuatan besar ketika sinergitas antara pengoranisir/fasilitator dengan warga terjadin secara aktif. Dengan demikian warga akan mampu memahami hak dasarnya dan akan berdaya dalam menyelesaikan persoalan sekitar. Seluruh perjuangan ini benar-benar menunjukkan gerakan warga yang awalnya dipandang sebelah mata oleh pemerintah, akan berubah menjadi pertimbangan utama pemerintah memandang wilayah Muharto. 

"Kita belum dikatakan kalah ketika masih mampu memukul"
"Maka dari itu, teruslah memukul semampumu"

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Total Tayangan Halaman

Member Of