Menjadi Mayoritas Bagaikan Penguasa

Juni 03, 2018

Hasil gambar untuk ilustrasi penguasa

Ini sebuah ungkapan yang dirasakan kawan-kawan minoritas di negara ini, baik minoritas kepercayaan, suku ataupun agama. Bulan Ramadhan adalah salah satu hal yang dinantikan oleh para pemeluk agama islam, terkhusus pada bulan ini akan banyak perubahan yang terjadi. Dimulai dari kebiasaan sekitar, tanyangan televisi, hingga iklan yang disuguhkan di berbagai media sosial. 


Perubahan itu sangat terjadi dengan berbagai aktivitas masyarakat. Dimulai dari aktivitas/kegiatan kantor yang durasinya semakin pendek dibandingkan biasanya; penjual takjil yang mulai berderet di sekitar jalan; hingga suara orang mengaji di tempat ibadah yang sahut menyahut. Itu beberapa perubahan yang terjadi dalam waktu 1 bulan nantinya. Selain itu tanyangan televisi dan iklan juga mulai mengikuti aroma islami dengan menampilkan aktor yang berjilbab ataupun nuasa lainnya.

Ternyata fenomena seperti ini tidak menjadi dambaan setiap masayaraakat. Terkhusus untuk beberapa kawan-kawan minoritas, yang mungkin ia merasa tidak nyaman dengan beberapa perubahan yang terjadi. Mencari makan ketika pagi semakin susah dan suara orang mengaji menggunakan pengeras suara yang terkadang tidak ramah dengan jam istirahat manusia. Hal ini menjadi beberapa faktor yang dikeluhkan oleh kawan-kawan minoritas, justru ada yang merasa kaum mayoritas bak penguasa ketika bulan ramadhan datang. Entah saya terkadang juga merasakan ada ketidakadilan untuk kawan-kawan beragama lain jika bulan ramadhan telah datang. Kita (muslim) terasa sangat dispesialkan selama 1 bulan penuh dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.

Saya berpikiran toleransi di negeri ini sebenarnya sudah berjalan, namun belum mampu menyentuh hingga kepekaan. Cerita ini terjadi ketika saya sedang bersama salah seorang beragama kristen di kedai kopi. Rutinitas yang biasa kami lakukan, menikmati kopi bersama dan mengobrol santai. Namun, suasana kami sedikit teraganggu karena terdegar suara mengaji dari pengeras suara masjid di depan kedai kopi. Awalnya ia menikmati dengan biasa, tetapi setelah waktu mulai larut malam barulah ia merasa terganggu dengan suara tersebut. Dan kemudian terlontarkan ungkapan "Memang jika menjadi mayoritas terkadang bisa seenaknya saja, tanpa mengenal waktu". Ku sambut ungkapan itu dengan senyum dan sedikit menenangkan "mungkin sedang menghabiskan ayatnya habis. Jadi belum usai hingga larut malam". Dalam hati kecilku sebenarnya meng-iya kan yang telah dia ungkapkan. Tentang minoritas yang sebenarnya belum sepenuhnya dapat dimengerti setiap orang, dan mayoritas akhirnya menjadi dominasi kuasa. Mungkin ini sudah menjadi salah satu teori dalam komunikasi sosial. Tetapi masih sangat besar harapan agar setiap manusia mampu melakukan toleranasi, meski ternyata bentuk toleransi itu sangat subjektif dan relatif.

picture source: 
https://www.inforiau.co/news/read/tuhan-tuan-penguasa-3332333139?utm_content=bufferbafcb&utm_medium=social&utm_source=twitter.com&utm_campaign=buffer

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Total Tayangan Halaman

Member Of